Rabu, 03 Juni 2015

Teknik Pemeriksaan HSG

Pengertian Pemeriksaan HSG
Histerosalpingografi (HSG) merupakan suatu untuk pemeriksaan dasar untuk mengetahui anatomi dan fisiologi alat genital wanita, melihat bayangan rongga rahim dan bentuk tuba fallopi. Biasanya dilakukan untuk mengetahui penyebab terjadinya infertilitas .

Anatomi dan Fisiologi

Uterus :

Terdapat dalam rongga panggul, bentuknya seperti buah peer, panjang 6,5 cm – 6 cm dan tebal 2,5 cm – 4 cm. Uterus terletak di belakang kandung kencing dan di depan rectum. Uterus terdiri dari fundus uteri yang merupakan bagian terbesar, dan ismus uteri yang menghubungkan korpus dan serviks. Kanalis servikalis berbentuk spindle, panjangnya 2 cm – 3 cm. Biasanya pada nullipara ostium uteri eksterna terbuka hanya 0,5 cm. Beberapa posisi uterus ,antara lain: Antefleksi, rofleksi, teversi, dan retroversi .
Rahim retrofleksi merupakan salah satu bentuk anatomi yang normal, dimana rahim melengkung ke belakang ke arah punggung, sementara rahim biasanya (antefleksi) tegak ke atas atau melengkung ke depan. Kondisi ini terdapat pada 20% wanita.



Saluran telur (tuba uterina):

Merupakan saluran membranosa yang mempunyai panjang kira-kira 10 – 12 cm. Terdiri dari 4 bagian yaitu:
a.       Pars interstisialis, yaitu bagian yang menempel pada dinding uterus .
b.      Pars ismika, merupakan bagian medial yang menyempit seluruhnya .
c.       Pars ampularis, bagian yang berbentuk saluran agak lebar .
d.      Infundibulum, bagian ujung tuba yang terbuka kearah abdomen dan mempunyai fimbria.

Ovarium:

Terletak dalam fosa ovarika, terdapat dua buah di kanan dan kiri dengan mesovarium menggantung di bagian belakang ligamentum latum. Ukuran normal ovarium, panjang 2,5 – 5 cm, lebar 1,5 – 3 cm dan tebal 0,6 – 1,5 cm.

           Baca Selengkapnya ( Klik READ MORE )
Patologi

  1. Infertilitas  : Gambaran tuba fallopi dan salurannya sampai ke cavum peritoneum.
  2. Abortus berulang Gambaran mengenai kelainan bawaan pada kavum uteri.
  3. Hydrosalphinx Tuba yang melebar, berisi cairan dan non paten
  4. Neoplasma  Terdapat tumor dan metastase pada dinding uterus
  5. Salfingitis  :  Peradangan pada daerah mulut rahim

Teknik Pemeriksaan HSG

Waktu Pemeriksaan :

Waktu yang optimum untuk melakukan HSG ialah pada hari ke 9 -10 sesudah haid muIai. Pada saat itu biasanya haid sudah berhenti dan selaput lendir uterus sifatnya tenang. Bilamana masih ada pendarahan, dengan sendirinya HSG tak boleh dilakukan karena ada kemungkinan masuknya kontras ke dalam pembuluh darah balik.

TEKNIK PEMASUKAN BAHAN KONTRAS MEDIA :

1.      Membuat foto pendahuluan atau foto polos dari pelvis dan instruksikan pasien untuk mixie .
2.      Pasien tiduran dengan posisi kaki mengangkang atau litotomi (ginekologi).
3.   Bagian eksterna / vaginanya dibersihkan dengan betadine lalu di pasangkan speculum yaitu alat untuk melebarkan vagina, yang bentuknya seperti cocor bebek .
4.    Setelah dipasang speculum, lanjutkan untuk mencari lubang dari uterus yang disebut ostium cervical externum / portio .
5.      Kemudian masukkan sonde untuk mengukur seberapa besar ruangan uteri .
6.      Masukkan alat “Salphinogram” yang dihubungkan dengan spuit berisi bahan kontras .
7.      Kemudian masukkan bahan kontras dan akan mengisi cavum uteri dan tuba uterina .



PROYEKSI PEMERIKSAAN HSG SET

1.                  AP Plain (Uterine cavity)

Posisi Pasien    : Supine
Posisi Objek    :
·   MSP pada pertengahan kaset
·   Tangan berada di samping tubuh
·   Tidak ada rotasi pada pelvis
Central Ray     : Vertikal/tegak lurus terhadapa kaset
Central Point   : 5 cm proximal simpisis pubis
FFD                 : 100 cm
Eksposi            : Pada saat pasien tahan nafas 



2.                  AP Post Kontras : 5 cc



3.                  AP Oblique (RPO dan LPO) Post Kontras : 3-5 cc
            RPO

           LPO



4.                  AP Post Miksi/Post Void

            PV (Post Void)



Struktur gambaran yang tampak :
  • Daerah 5 cm di atas simphisis pubis harus berada pada pertengahan kaset
  • Semua media kontras harus termasuk juga beberapa daerah “spill”
  • Gambar radiograf harus menunjukkan sedikit skala kontras

KRITERIA RADIOGRAFI PEMERIKSAAN HSG SET :

  1. Bentuk dari uterus yang normal berbentuk segitiga, bagian dasarnya pada fundus dan apex pada sisi inferior, berhubungan dengan canalis cervikalis.
  2. Tidak ada gambaran kelainan seperti tumor, polip, atau bentuk abnormal dari uterus.
  3. Tuba fallopi terletak di kanan kiri uterus. Terbagi atas empat daerah yaitu: interstitial, isthmus, ampulla dan infundibulum. Daerah yang terlihat jelas dengan kontras adalah isthmus yang panjang dan lurus serta ampulla yang seperti huruf “s” dan tampak melebar. Tuba fallopi tidak tersumbat, sehingga media kontras dapat mengisi tuba hingga tumpah ke rongga peritoneal (tampak spil) . 
  4. Terdapat gambaran spekulum maupun partubator di rongga uterus pada metode pemasukan media kontras dengan metal canula . ...
  5. . SUMBER : http://khazanahradiografer.blogspot.com/2011/03/teknik-pemeriksaan-hsg.html

ISTILAH ANATOMI DALAM TUBUH

Anatomi merupakan cabang ilmu yang mempelajari tentang struktur tubuh.
   * Anatomi radiologi merupakan ilmu yang mempelajari mengenai struktur tubuh dengan menggunakan sinar-x atau dengan teknik penyinaran lain

   * Fisiologi merupakan ilmu yang mempelajari fungsi dari struktur tubuh yang hidup.
   * Tokoh-tokoh dalam bidang anatomi dan fisiologi
       1. Hippocrates (460-375 SM),
       2. Aristoteles ( 384-322 SM)
       3. Galen (131-201)
       4. Leonardo Da Vinci (1451-1519)
       5. Andreas Vesalius (1514-1564)
       6. William Harvey (1578-1657)

Istilah-istilah dalam Anatomi
 1. Bidang sagital membagi tubuh menjadi bagian kanan dan kiri
         a. bidang midsagital membagi tubuh menjadi dua bagian yang sama besar, kanan dan kiri.
         b. bidang parasagital membagi tubuh menjadi dua bagian, yang tidak sama besar antara kanan dan kiiri.
 2. Posisi Anatomis  ; digunakan sebagai rujukan agar hubungan dengan seluruh bagian tubuh dapat dijelaskan. Dalam posisi anatomis, tubuh berdiri tegak dengan mata melihat ke depan, kaki dirapatkan, lengan disisi tubuh, telapak tangan membuka ke depan dengan ibu jari mengarah ke luar tubuh, dan jari  kelingking mengarah ke tubuh.
         a. Anterior  (AP) : merupakan bagian depan dari tubuh
         b. Posterior (PA) : merupakan bagian belakang dari tubuh
         c. Superior : merupakan bagian yang mengarah ke atas, ke kepala, atau bagian tertinggi dari tubuh. disebut juga sefalik, kranial, atau rostral.
         d. Inferior : Arah menjauih kepala, ke arah bagian tubuh bawah, juga disebut kaudal.
         e. Medial  : Merupakan setiap struktur yang terdekat dengan garis tengah imajiner tubuh.
         f.  Lateral  : Mengarah kesamping, menjauhi garis tengah imajine tubuh
         g. Proksimal : mengacu pada bagian suatu struktur yang mendekati garis lengan tubuh, atau jika mengacu pada tungkai, maka mendekati titik asal atau titik peerlekatan terdekat dengan trunkus
         h. distal  : kebalikan dari proksimal, yaitu paling jauh dari garis tengah imajiner, atau menjauhi titik asal
         i. Superfisial : Setiap bagian manapun yang dekat dengan permukaan tubuh.
         j. dalam : merupakan bagian yang terletak di dalam tubuh.

http://kamuskesehatan.com/istilah-anatomi/

TEKNIK PEMERIKSAAN GIGI

  • 2 buah Insisivus
  • 1 buah caninus
  • 2 buah premolar
  • 3 buah molar
Semuanya pada sisi kanan dan kiri.
Gigi berfungsi sebagai :
  1. Mengunyah makanan secara mekanis
  2. Membantu memperjelas bunyi vokal
  3. Sebagai keindahan (estetika).
    TEKNIK RADIOGRAFI UNTUK DENTAL RADIOGRAPHY
    Film yang digunakan adalah film khusus untuk dental radiography, yang merupakan single emulsi. Untuk mempermudah positioning film dental, biasanya digunakan sebuah alat yang disebut "Bitewing"


    Dan sudut proyeksi yang diberikan pada setiap objek berbeda-beda tergantung objek apa yg diperiksa (apakah rahang atas atau bawah).

    Gambar berbagai proyeksi pada dental radiography :

    PANORAMIC
    Panoramic digunakan untuk melihat gigi secara keseluruhan. Keuntungan panoramic adalah bisa melihat keseluruhan gigi hanya dengan satu kali pemeriksaan. Tetapi kerugian panoramic adalah radiasi yang diterima pasien lebih lama jika dibandingkan dengan dental radiography biasa.

    Gambar teknik radiografi Panoramic

    OCLUSAL FILM RADIOGRAPHY
    Oclusal film radiography adalah sebuah teknik radiography yang memanfaatkan film occlusal untuk mendapatkan gambaran organ yang berada dalam mulut selain gigi misalnya seperti maxilla dan mandibula. Film occlusal sama seperti film dental (single emulsi) hanya ukurannya lebih besar dari film dental.

    MANFAAT PEMERIKSAAN DENTAL RADIOGRAPHY
    Pasien yang mengalami gangguan pada giginya tentu harus menjalani pemeriksaan, perawatan atau bahkan operasi pada giginya. Supaya penanganan atas gangguan pada gigi tersebut bisa tepat maka sebelum dilakukan tindakan sebaiknya dilakukan pemeriksaan dental radiography.

    BEBERAPA INDIKASI YANG BIASA TERDAPAT PADA PEMERIKSAAN  "DENTAL RADIOGRAPHY" ATAUPUN "PANORAMIC"
  4. Impacted
    • Impacted atau impaksi merupakan gangguan yang terjadi pada gigi dimana gigi yang baru tumbuh mendesak gigi di depannya yang sudah lebih dahulu tumbuh. Impaksi biasanya terjadi pada molar 3 yang mendesak molar 2. Ini biasanya terjadi karena pasien memiliki mandibula yang pendek sehingga molar 3 tidak mendapat cukup tempat untuk tumbuh.
  5. Caries Dentis
    • Caries dentis dalam bahasa umumnya adalah gigi berlubang. Caries ini biasa terjadi akibat pengeroposan pada gigi yang penyebabnya banyak hal, bisa karena sisa makanan yang tertinggal, bakteri, dll.
  6. Cystisis
    • Cystisis adalah sebuah kelainan dimana bagian mandibula yang  menjadi tempat untuk radix (akar) gigi mengalami kekosongan.
  7. Susunan Gigi Yang Tidak Rata
    • Susunan gigi seharusnya tumbuh secara rata. Tetapi banyak juga orang yang memiliki susunan gigi yang tidak rata. Ini kebanyakan merupakan bawaan sejak lahir, tetapi ada juga yang diakibatkan karena kebiasaan makan saat kecil atau juga karena kecelakaan.
 

ANATOMI FISILOGI HIDUNG

Anatomi Hidung 
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua lubang yang dipisahkan oleh sekat hidung. Bagian luar dinding hidung terdiri dari kulit, lapisan tengah terdiri dari otot-otot dan tulang rawan, lapisan dalam terdiri dari selaput lendir yang berlipat-lipat yang dinamakan konka hidung (konka nasalis) (Syaifuddin, 1995).
Gambar 1. Kerangka luar hidung (Ballenger, 1994) 
Keterangan : 
1. Kartilago lateralis superior 
2. Septum 
3. Kartilago lateralis inferior 
4. Kartilago alar minor 
5. Processus frontalis tulang maksila 
6. Tulang hidung
Pada gambar 1 tampak kerangka luar hidung yang terdiri dari dua tulang hidung, processus frontal tulang maksila, kartilago lateralis superior, sepasang kartilago lateralis inferior dan tepi anterior kartilago septum nasi. Tepi medial kartilago lateralis superior menyatu dengan kartilago septum nasi dan tepi atas melekat erat dengan permukaan bawah tulang hidung serta processus frontal tulang maksila. Tepi bawah kartilago lateralis superior terletak di bawah tepi atas kartilago lateralis inferior. Hidung berbentuk piramid, kira-kira dua per lima bagian atasnya terdiri dari tulang dan tiga per lima dibawahnya tulang rawan.
Bagian puncak hidung biasanya disebut apeks, agak ke atas dan belakang dari apeks disebut batang hidung atau dorsum nasi, yang berlanjut sampai ke pangkal hidung dan menyatu dengan dahi, yang disebut kolumela membranosa mulai dari apeks, yaitu di posterior bagian tengah bibir dan terletak sebelah distal dari kartilago septum. Titik pertemuan kolumela dengan bibir atas dikenal sebagai dasar hidung (Ballenger, 1994).
Dasar hidung dibentuk oleh processus palatina (1/2 bagian posterior) yang merupakan permukaan atas lempeng tulang tersebut (Bajpai, 1991)
Gambar 2. Rongga hidung pandangan bawah (Ballenger, 1994) 
Keterangan : 
1. Kartilago alar 
a. Medial crus 
b. Lateral crus 
2. Spins hidungis anterior 
3. Fibro aleolar 
4. Kartilago septal
5. Sutura intermaksilaris
Pada tulang tengkorak, lubang hidung yang berbentuk segitiga disebut apertura piriformis. Tepi latero superior dibentuk oleh kedua tulang hidung dan processus frontal tulang maksila. Pada gambar dua memperlihatkan tonjolan di garis tengah hidung yang disebut spina hidungis anterior. Bagian hidung bawah yang dapat digerakkan terdiri dari dua tulang alar (lateral inferior) dan kadang-kadang ada tulang sesamoid di lateral atas. Tulang rawan ini melengkung sehingga membuat bentuk nares. Kedua krus medial dipertemukan di garis tengah oleh jaringan ikat dan permukaan bawah septum oleh kulit. Di dekat garis tengah, krus lateral sedikit sedikit tumpang tindih dengan kartilago lateralis superior. Krus medial saling terikat longgar dengan sesamanya.
Beberapa tulang rawan lepas, kecil-kecil (kartilago alar minor) sering ditemukan di sebelah lateral atau di atas krus lateral. Kulit yang membungkus hidung luar tipis dan mengandung jaringan sub kutan yang bersifat areolar (Ballenger, 1994). 
Tulang hidung merupakan tulang yang rata, yang satu dengan yang lain bersendi di garis tengah menuju jembatan hidung, masing-masing tulang berbentuk empat persegi panjang yang mempunyai dua permukaan dan empat pinggir (Bajpai, 1991). Nares anterior menghubungkan rongga hidung dengan dunia luar. Nares anterior lebih kecil dibandingkan dengan nares posterior yang berukuran kira-kira tinggi 2,5 cm dan lebar 1,25 cm (Ballenger, 1994).
Gambar 3. Permukaan medialis tulang hidung kiri (Bajpai, 1991) 
Keterangan : 
1.Pinggir superior 
2.Pinggir medialis dan krista maksilaris 
3.Foramen vaskuler 
4.Sulkus untuk nervus ethmoidalis
5.Pinggir lateral
Permukaan eksternus sedikit cembung dan terdapat foramen vaskuler yang dilalui oleh sebuah vena kacil dari hidung. Sebagaimana gambar 3 terlihat permukaan internus yang sedikit cekung dalam bidang transversal dan terdapat sebuah alur tegak lurus untuk dilalui oleh nervus ethmoidalis anterior serta pembuluh-pembuluh darahnya. Pinggir superior merupakan pinggir yang paling tebal, tetapi sedikit lebih pendek daripada pinggir inferior dan bersendi dengan bagian medialis incisura hidungis tulang frontal. Pinggir lateralis bersendi dengan processus frontalis tulang maksila dan pinggir medialis membentuk sutura interhidungis, bersendi dengan tulang yang sama dari sisi yang berlawanan.tulang hidung ini berkembang dari penulangan membranosa dengan satu pusat primer yang tampak pada umur 12 minggu dari kehidupan intrauterin (Bajpai,1991). Atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, tulang hidung, processus tulang maksila, korpus tulang ethmoid dan korpus tulang sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribosa yang dilalui filamen-filamen nervus olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius yang berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior (Ballenger, 1994).
Gambar 4. Septum nasi tanpa mukosa (Ballenger,1994) 
Keterangan : 
1. Tulang frontal 
2. Spina frontalis 
3. Tulang hidung 
4. Kartilago septalis 
5. Kartilago lateralis superior 
6. Kartilago alar 
7. Kartilago vomerohidung 
8. Spina hidungis anterior 
9. Incisura canal 
10. Lamina perpendikularis tulang ethmoid 
11. Sinus spenoid 
12. Tulang vomer 
13. Krista palatum
14. Krista maksila
Sebagaimana terlihat pada gambar 4 diatas bahwa septum (dinding medial) dibentuk oleh tulang vomer di sebelah postero superior. Kartilago septalis terletak di sebelah anterior di dalam angulus internus diantara tulang vomer dan lamina perpendikularis. Krista tulang hidung di sebelah antero superior, rostrum dan krista os spenoidalis di sebelah postero superior, sedangkan krista hidungis maksila serta os palatum berada disepanjang dasar hidung (Bajpai, 1991). Tepi bawah artikulasio kartilago quadrilateral dengan spina maksilaris dan tulang vomer terdapat dua kartilago lain yang dikenal dengan kartilago vomero hidung. Septum dilapisi oleh perichondrium yang merupakan kartilago dan periosteum yang merupakan tulang, sedangkan di bagian luarnya oleh mukosa membran (Hall, 1979). Bagian atas dari tulang rawan hidung terdiri dari dua kartilago lateralis inferior (kartilago alar) yang bentuknya bervariasi (Ballenger, 1994). Kavum nasi meluas dari nares sampai di belakang khoana. Bagian ini dibagi menjadi dua bagian atau dua fossa hidungis oleh septum nasi yang dibentuk oleh atap rongga terdiri dari processus palatina horisontalis di bagian posterior (Meschan, 1959). Kavum nasi dibagi oleh septum nasi menjadi dua ruang yang mempunyai struktur anatomis hampir sama tetapi tidak simetris (Hall, 1979). Dinding lateral terdapat suatu tonjolan yang disebut sebagai konka yang di atasnya terdapat suatu celah disebut meatus. Ada tiga buah konka atau turbinatus yaitu konka inferior, konka media, dan konka superior. Konka inferior terdiri dari tulang yang menahan dinding lateral kavum nasi. Konka media dan konka superior merupakan bagian dari tulang ethmoid. Konka dilapisi oleh suatu mukosa membranosa dan ephitelium bersilia. Di bawah mukosa terdapat jaringan erectile, terutama pada bagian anterior dan posterior dari tepi konka inferior, bawah konka inferior dan tepi anterior konka media (Hall, 1979). Selain tiga buah konka diatas, kadang-kadang terdapat konka ke empat (konka suprema) yang teratas (Ballenger,1994). Konka hidungis suprema atau konka ke empat terletak pada permukaan tulang ethmoidalis daitas dan dibelakang konka hidungis superior (Bajpai, 1991).
Fungsi Hidung 
1. Alat Penciuman 
Nervus olfaktorius atau saraf kranial melayani ujung organ pencium. Serabut-serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lender hidung, yang dikenal sebagai bagian olfaktorik hidung. Nervus olfaktorius dilapisi sel-sel yang sangat khusus, yang mengeluarkan fibril-fibril halus untuk berjalin dengan serabut-serabut dari bulbus olfaktorius. Bulbus olfaktorius pada hakekatnya merupakan bagian dari otak yang terpencil, adalah bagian yang berbentuk bulbus (membesar) dari saraf olfaktorius yang terletak di atas lempeng kribiformis tulang ethmoid. Dari bulbus olfaktorius, perasaan bergerak melalui traktus olfaktorius dengan perantaraan beberapa stasiun penghubung, hingga mencapai daerah penerimaan akhir dalam pusat olfaktori pada lobus temporalis otak, dimana perasaan itu ditafsirkan (Pearce, 2002). 
2. Saluran Pernapasan
Rongga hidung dilapisi selaput lender yang sangat kaya akan pembuluh darah, dan bersambung dengan lapisan faring dan dengan selaput lender semua sinus yang mempunyai lubang masuk ke rongga hidung. Daerah pernapasan dilapisi dengan epithelium silinder dan sel epitel berambut yang mengandung sel cangkir atau sel lender. Sekresi dari sel itu membuat permukaan nares basah dan berlendir. Diatas septum nasalis dan konka selaput lender ini paling tebal, yang diuraikan di bawah. Adanya tiga tulang kerang (konkhae) yang diselaputi epithelium pernapasan dan menjorok dari dinding lateral hidung ke dalam rongga, sangat memperbesar permukaan selaput lendir tersebut.  Sewaktu udara melalui hidung, udara disaring oleh bulu-bulu yang terdapat di dalam vestibulum, dan arena kontak dengan permukaan lender yang dilaluinya maka udara menjadi hangat, dan oleh penguapan air dari permukaan selaput lender menjadi lembab (Pearce, 2002). 
3. Resonator
Ruang atas rongga untuk resonansi suara yang dihasilkan laring, agar memenuhi keinginan menjadi suara hidung yang diperlukan. Bila ada gangguan resonansi, maka udara menjadi sengau yang disebut nasolalia (Bambang, 1991). 
4 Regulator atau Pengatur (Bambang, 1991) 
Konka adalah bangunan di rongga hidung yang berfungsi untuk mengatur udara yang masuk, suhu udara dan kelembaban udara. 
5. Protektor Atau Perlindungan
Hidung untuk perlindungan dan pencegahan (terutama partikel debu) ditangkap oleh rambut untuk pertikel yang lebih kecil, bakteri dan lain-lain melekat pada mukosa. Silia selanjutnya membawa kebelakang nasofaring, kemudian ditelan (Bambang, 1991)

SUMBER:http://catatanradiograf.blogspot.com/2011/08/anatomi-dan-fisiologi-hidung.html

ANATOMI FISIOLOGI


1. Anatomi
Adenoid adalah kelompok jaringan limfoid yang terletak pada atap dan dinding posterior nasofaring (Ballinger, 1999).  Nasofaring berada di belakang bawah dari soft palate dan hard palate. Bagian atas dari hard palate merupakan atap dari nasofaring. Anterior nasofaring merupakan perluasan rongga hidung posterior. Menggantung dari aspek posterior soft palate adalah uvula. Pada atap dan dinding posterior nasofaring, diantara lubang tuba auditory, mukosa berisi masa jaringan limfoid yang disebut pharyngeal tonsil (adenoid). (Ballinger, 1999). Nasofaring merupakan suatu ruangan yang terletak di belakang rongga hidung di atas tepi bebas palatum molle. Berhubungan dengan rongga hidung dan ruang telinga tengah masing-masing melalui choanae dan tuba eustachius (Susworo, 1987).
Adenoid merupakan masa limfoid yang berlobus dan terdiri dari jaringan limfoid yang sama dengan yang terdapat pada tonsil. Lobus atau segmen tersebut tersusun teratur seperti suatu segmen terpisah dari sebuah ceruk dengan celah atau kantong diantaranya. Lobus ini tersusun mengelilingi daerah yang lebih rendah di bagian tengah, dikenal sebagai bursa faringeus. Adenoid terletak di dinding belakang nasofaring. Jaringan adenoid di nasofaring terutama ditemukan pada dinding atas dan posterior, walaupun dapat meluas ke fosa Rosenmuller dan orifisium tuba eustachius. Ukuran adenoid bervariasi pada masing-masing anak (HTA Indonesia, 2004).
2. Fisiologi Kelenjar Adenoid
Adenoid bersama tonsil dan lingual tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Bagian-bagian lain cincin ini dibentuk oleh tonsil lidah dan jaringan limfe di mulut tuba Eustachius. Kumpulan jaringan ini pada pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan, melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan makanan. Seperti halnya jaringan-jaringan limfe yang lain, jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi pada masa kanak-kanak dan menjadi atrofi pada masa pubertas. Karena kumpulan jaringan ini berfungsi sebagai suatu kesatuan, maka pada fase aktifnya, pengangkatan suatu bagian jaringan tersebut menyebabkan hipertrofi sisa jaringan (Parcy, 1989). Ukuran adenoid kecil pada waktu lahir. Selama masa kanak-kanak akan mengalami hipertrofi fisiologis, terjadi pada umur 3 tahun. karena adenoid membesar, terbentuk pernafasan melalui mulut. Pada umur 5 tahun, anak mulai sekolah dan lebih terbuka kesempatan untuk mendapatkan infeksi dari anak yang lain. Hal ini menyebabkan pembesaran adenoid dan akan menciut setelah usia 5 tahun. Adenoid akan mengalami atrofi dan menghilang keseluruhannya pada usia pubertas (Parcy, 1989).
 
SUMBER : http://catatanradiograf.blogspot.com/2011/02/anatomi-fisiologi-kelenjar-adenoid.html

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Design Blog, Make Online Money